BOMBANA, Tirtamedia.id – Sudah tiga Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) yang menjabat di Kabupaten Bombana, kasus pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh Kepala Desa Lengora, Awaluddin, terhadap warga bernama Darmawan, belum diselesaikan.
Pemalsuan yang dilakukan oleh Awaluddin sudah dilaporkan oleh korban Darmawan pada 28 September 2019 dengan Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/431/IX/2019/SPKT Res Bombana tentang Tindak Pidana Pemalsuan Tanda Tangan.
Saat laporan itu dilayangkan, Kapolres Bombana masih dijabat oleh AKBP Andi Herman yang menjalankan tugas sampai Oktober 2020 lalu. Hingga akhirnya dia dimutasi berdasarkan Surat Telegram Kapolri nomor ST/2935/X/KEP/2021 yang dikeluarkan pada 13 Oktober 2020.
Belum cukup setahun, dia digantikan oleh AKBP Dandy Ario Yustiawan yang menjabat hingga Juni 2021. Dipertengahan tahun tersebut, dia digantikan oleh AKBP Teddy Arief Solistiyo yang menjabat sampai saat ini. Sertijab keduanya digelar di Mapolres Bombana pada Kamis (18/6/2021).
Saat menjalankan tugas, dua Kapolres Bombana yakni AKBP Andi Herman dan AKBP Dandy Ario Yustiawan masih menyimpan PR besar. Laporan Darmawan tak kunjung diselesaikan.
Kini, Kapolres Bombana yang baru menjabat dua bulan lebih, pelapor Darmawan kembali mempertanyakan sejauh mana kasus pemalsuan yang dilakukan oleh Kades Lengora, Awaluddin. Dia merasa dirugikan dan bahkan menilai Polres Bombana lambat menangani kasus tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua LBH Mustika Bangsa, Vicky Eliyanto pun geram. Pasalnya, aparat kepolisian sudah membenarkan bahwa Awaluddin melakukan pemalsuan tanda tangan warga. Seharusnya, kata dia, kasus tersebut sudah dilimpahkan di kejaksaan untuk diproses lebih lanjut.
“Seharusnya paling lama 6 bulan berkas sudah dilimpahkan kejaksaan,” ujarnya kepada Tirtamedia.id, Rabu (1/9/2021).
Vicky menambahkan, ada kejanggalan dalam penyelesaian kasus tersebut. Ini menjadi tantangan bagi Kapolres Bombana yang baru. Dia harus bisa membuka kedok dibalik lambatnya penyelesaian kasus tersebut bahkan melakukan evaluasi terhadap kinerja anggotanya.
Dia hawatir, jangan sampai ada oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab di jajaran Polres Bombana yang telah kemasukan angin. Citra kepolisian bisa rusak gegara ulah oknum yang tidak bertanggungjawab itu.
“Kemungkinan besar ada permainan di dalamnya,” tegasnya.
Dia menambahkan, pelapor seharusnya mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari kepolisian.
Jika tidak, Darmawan bisa membuat laporan keberatan di Propam Polda Sultra atas lambannya penanganan perkara di Polres Bombana.
Sementara itu, saat tim Tirtamedia.id, kembali menanyakan kasus tersebut, AKP Asrun tak memberikan keterangan. Whatsapp tidak dibalas dan telpon pun tidak diangkat. Begitu pula dengan Kasi Humas Polres Bombana, IPDA Hakim, juga enggan berkomentar. WA dibaca tapi tidak dibalas.
Diketahui, Darmawan dalam laporannya di Polres Bombana, mengaku dipalsukan tandatanganya oleh Kades Lengora, Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana atas nama Awaluddin.
Saat itu, Darmawan menjabat sebagai Kaur Umum, tiba-tiba diangkat menjadi Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) program kegiatan barang/jasa dalam APBDes tahun 2018, tanpa sepengetahuannya dan tidak ada Surat Keputusan (SK) dari Kepala Desa Lengora.
Kegiatan barang/jasa itu diantaranya, pekerjaan lapangan futsal, papan skor dan pekerjaan pintu gerbang di Batu Buri.
Darmawan kaget setelah melihat desain program, sebab ada tanda tangannya dalam lembaran desain itu, tanpa sepengetahuannya. Diduga, tanda tangan ini dilakukan Kades Lengora.
Dia mencoba klarifikasi kepada Kades Lengora terkait dugaan pemalsuan itu, tetapi tidak ada kejelasan.
Ironisnya, Darmawan justru diberhentikan dari Kaur Umum dengan SK Kepala Desa Lengora, Kecamatan Kabaena Tengah Nomor 06 Tahun 2019 tentang Pemberhentian Kaur Umum, tertanggal 26 September 2019.
Tiga hari kemudian tepatnya 28 September 2019, dia mengadukan Kades Lengora di Polres Bombana.
Penulis: Herlis Ode Mainuru