KONAWE SELATAN, Tirtamedia.id – Bupati Konawe Utara (Konut) Ruksamin mengikuti kesenian tradisi unik masyarakat Maluku dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kapitan Pattimura ke- 205. Permainan tersebut dikenal dengan sebutan bambu gila.
Kegiatan ini dilakukan oleh Kerukunan Masyarakat Indonesia Maluku (KMIM) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) di Lapangan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, Minggu (15/05/2022).
Perlengkapan yang dibutuhkan dalam permainan ini adalah bambu dengan ukuran panjang 2,5 meter dan berdiameter 8 cm.
Ada 7 orang yang memegang bambu tersebut, ditambah 1 orang sebagai pawang yang akan membacakan mantra-mantra dirangkaikan dengan pembakaran kemenyan. Selanjutnya, ia mengasapi bambu dengan asap dari kemenyan tersebut.
Bupati Konut, Ruksamin juga mengikuti permainan khas masyarakat Maluku itu. Dengan iringan musik, bambu tersebut menjadi berat. Orang-orang yang memegang bambu itu juga bergerak tak tahu arah, tetapi mereka harus menahan laju bambu agar tetap tenang.
“Saya rasakan sendiri itu bambu gila. Ternyata bambu gila itu memang ada. Bambunya memang gila, tapi kita orangnya jangan gila,” ucap Ruksamin.
Ruksamin menambahkan, dalam perayaan HUT Kapitan Pattimura ke-205 ini, ada nilai-nilai patriotisme yang harus ditumbuhkan dalam semangat dan jiwa terutama generasi muda penerus bangsa.
“Kita tidak boleh melupakan pahlawan kita yang telah memperjuangkan kemerdekaan NKRI ini,” tegasnya.
Bupati Konut 2 periode ini juga mengaku, sejumlah tarian yang ditampilkan dalam kegiatan ini berupa Tari Cakalele, Tari Lenso, Tari Gabah-gabah, dan permainan rakyat Bambu Gila.
“Ini adalah khasanah budaya kita dengan tarian-tarian yang menonjolkan suasana budaya. Walaupun kita beda agama, adat, dan budaya, tetapi kita tetap satu di bawah Bhineka Tunggal Ika. Ini adalah kekayaan bangsa,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Ketua KMIM Sultra, Yansen Sirtolang mengaku, sebagai Pattimura – Pattimura muda, mereka selalu mempertahankan nilai-nilai budaya Maluku demi mempersatukan nilai-nilai persaudaraan.
“Ada 3 nilai yang ada di dalam budaya kami, yaitu menghargai yang tua, menjaga nilai budaya dan dimanapun berada semua tetap saudara,” ungkapnya.
Penulis: Herlis Ode Mainuru







