KONAWE KEPULAUAN, Tirtamedia.id – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengakui kerahkan personelnya ke Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) karena pesanan PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP).
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sultra, Kombes Pol Ferry Walintukan mengatakan, PT GKP meminta 20 personel untuk mengawal alat berat yang ada di perusahaan tambang tersebut.
“Pengamanan yang diminta PT GKP sekitar 20 personel,” ujarnya beberapa hari lalu.
Pengawalan itu dilakukan, menyusul adanya penolakan warga terhadap alat berat excavator yang akan melintasi salah satu lokasi yang diklaim milik warga.
Ferry mengaku, lahan yang akan dilalui alat berat dan menjadi salah satu jalur aktifitas PT GKP menjadi polemik. Pasalnya, pihak perusahaan mengaku lahan tersebut sudah dibeli oleh mereka, di sisi lain warga juga mengaku lahan tersebut masih milik mereka.
Untuk menghindari adanya konflik, aparat kepolisian diturunkan. Sayangnya, di hadapan petugas, emak-emak dan sekelompok warga lainnya tetap terlibat bentrok.
Video yang mempertontonkan tangisan histeris warga disertai kumandang takbir dan emak-mak yang berguling di tanah bertelanjang dada pun viral di jagad media sosial.
Wakil Bupati Mengaku Situasi di Konkep Kondusif
Usai terlibat bentrok, Wakil Bupati Konkep, Andi Muhammad Lutfi turun di lokasi kejadian. Dia dikawal langsung oleh Kapolresta Kendari, AKBP Didik Erfianto dan sejumlah pengamanan lainnya.
Bukannya menanggapi keluhan warganya, dalam keterangan resminya, Wabup Konkep justru berdalih bahwa PT GKP beroperasi sesuai izin yang legal.
“GKP ini beroperasi dengan izin yang mereka peroleh, kemudian adanya Perda No. 2 Tahun 2021 di Kabupaten Konawe Kepulauan ini,” bebernya.
Dia bahkan mengajak investor-investor atau siapapun agar berinvestasi di wilayah kecil itu, sekaligus mengawal jalannya investasi.
Andi Muhammad Lutfi menambahkan, usai terjadinya konflik PT GKP dan masyarakat beberapa hari lalu, kondisi di Konkep sudah aman dan kondusif.
“Kondisi Kabupaten Konawe Kepulauan atau Wawonii ini sangatlah kondusif. Bersama pak Kapolres tadi kami turun di lapangan, tidak ada satupun yang menyatakan bahwa keadaan Konawe Kepulauan hari ini sama dengan keadaan hari ini,” tambahnya.
Sayangnya, dalam video itu Wakil Bupati Konkep itu tak menyinggung sedikitpun terkait keluhan warga yang menolak pengadangan alat berat milik PT GKP. Dia tak menawarkan solusi bagi masyarakat yang memperjuangkan lahan milik mereka dari perusahaan tambang itu.
Kapolresta Kendari Minta Warga Lapor Polisi Bila ada Masalah di Konkep
Kapolresta Kendari, AKBP Didik Erfianto terjun langsung di area tambang PT GKP. Sama halnya dengan Wakil Bupati Konkep, Didik mengaku kondisi Konkep cukup kondusif.
Untuk mengantisipasi adanya gejolak di masyarakat, dia meminta warga agar melapor ke pihak yang berwajib apabila ada kendala-kendala atau masalah yang ditemukan di lapangan, khususnya berkaitan dengan aktivitas PT GKP.
“Apabila ada sesuatu permasalahan silahkan disampaikan ke kami, bisa ke Polres, Polsek, Bupati, Wakil Bupati, bersama-sama kita. Jangan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat membuat provokasi, kerugian, keonaran pada daerah yang kita cintai ini,” kata Didik dalam video beredar.
Emak-emak Ricuh dengan Pihak PT GKP Sambil Bertelanjang Dada
Sebelumnya, puluhan emak-emak di Kecamatan Wawonii Tenggara, Konkep, rela bertelanjang dada dan menangis histeris saat melakukan aksi pengadangan alat berat milik perusahaan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), Kamis (3/3/2022).
Warga menolak excavator milik PT GKP melintas di lahan yang diklaim milik mereka. Pasalnya, alat berat tersebut akan merusak kebun bahkan bisa mencemari air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup apabila melintas melalui bantaran kali.
Dari video yang beredar, nampak beberapa pria berbadan kekar memandu jalanya excavator. Mereka juga terlibat adu mulut dan mendorong emak-emak yang mempertahankan lahan mereka.
Tangis histeris pun mewarnai penolakan alat berat milik anak perusahaan Harita Group ini.
“Kita ini bertahan demi kami punya hak, toh kalau tidak ada haknya masyarakat di situ, dihapuskan pak. Dihapuskan itu undang-undang berapa, ayat berapa, hak asasi manusia, supaya bebas itu tambang masuk,” ujar seorang warga, Ratna.
Penulis: Herlis Ode Mainuru