KENDARI, Tirtamedia.id – Tiga warga penolak tambang yakni Anwar, Hurlan, dan Hastoma asal Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ditangkap polisi, Senin (24/1/2022) sekira pukul 13.30 WITA.
Anwar dan Hastoma ditangkap di kebun milik mereka, ketika tengah makan siang. Sementara Hurlan ditangkap di rumahnya.
Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari, Suhardiman menyayangkan tindakan Polda Sultra yang melakukan aksi penangkapan tersebut.
“Hingga saat ini, belum diketahui penyebab ketiga warga pulau kecil Wawonii itu ditangkap. Menurut keterangan warga, ketiganya tengah dalam perjalanan laut menggunakan speedboat polisi, menuju kantor Polda Sulawesi Tenggara di Kendari,” ucapnya.
Dia menambahkan, ketiga warga yang ditangkap itu merupakan bagian dari barisan warga penolak tambang di Pulau Wawonii.
Warga yang menggantungkan perekonomian pada sektor pertanian/perkebunan dan hasil laut ini, menentang rencana penambangan nikel oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group.
Sayangnya, warga yang melakukan penolakan atas tambang nikel itu berujung pada ancaman, intimidasi, dan kriminalisasi.
“Hingga pada 2019 lalu sebanyak 28 warga dilaporkan ke polisi oleh pihak perusahaan. Tuduhan yang dialamatkan ke warga pun macam-macam dan cenderung mengada-ada, mulai dari dugaan menghalang-halangi aktivitas perusahaan tambang, dugaan merampas kemerdekaan terhadap seseorang, tuduhan pengancaman, dan tuduhan penganiayaan,” ungkapnya.
Suhardiman mengatakan, Anwar, Hastoma, dan Hurlan bersama 28 warga lainnya telah dilaporkan ke polisi, pada 23 Agustus 2019. Tuduhan yang dialamatkan kepada ketiganya saat itu terkait dugaan Tindak Pidana Perampasan Kemerdekaan Terhadap Seseorang, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 333 KUHP.
“Penangkapan terhadap Anwar, Hastoma, dan Hurlan oleh polisi hari ini, berikut kriminalisasi terhadap warga Wawonii pada 2019, patut diduga sebagai bentuk arogansi korporasi tambang yang rakus dan aparat kepolisian yang lebih sering tampil sebagai centeng oligarki,” ujarnya.
Dia menegaskan, penangkapan terhadap warga penolak tambang itu patut dibaca sebagai upaya negara melalui institusi kepolisian dan korporasi untuk menekan resistensi warga. Sehingga rencana investasi penambangan dapat berjalan mulus.
Lanjut Suhardiman, dugaan ini semakin kuat, mengingat aparat kepolisian cenderung bersekongkol dengan korporasi yang melakukan tindak kejahatan lingkungan dan melanggar hak asasi manusia. Dalam kaitan dengan PT GKP, sambungnya, pada 2019 pihak perusahaan melakukan penerobosan lahan-lahan milik warga.
Ia juga membeberkan sejumlah kejahatan yang diduga dilakukan PT GKP, mulai dari penerobosan lahan milik seorang ibu di Wawonii yang terjadi pada 9 Juli 2019. Kemudian penerobosan lahan milik Idris lada 16 Juli 2019 serta lahan milik Amin, Wa Ana dan Almarhum Labaa yang turut diserobot pihak PT GKP pada 22 Agustus 2019.
Penerobosan lahan warga yang berulang serta mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian, berakibat pada rusaknya tanaman jambu mete, kelapa, pala, cengkeh, dan tanaman lainnya.
Parahnya, sambungnya, laporan warga ke pihak kepolisian terkait penerobosan lahan milik masyarakat oleh PT GKP tak kunjung diproses. Semua disebut mengendap begitu saja.
“Salah satu warga Konawe Kepulauan atas nama Idris misalnya, melaporkan PT GKP ke Polres Kendari sejak 14 Agustus 2019. Idris melapor ke polisi karena lahan dan tanamannya dirusak PT GKP, pada 16 Juli 2019,” ujarnya.
Atas kasus tersebut, LBH Kendari mendesak Polda Sultra untuk membebaskan La Dani (Anwar), Hurlan, dan Hastomo.
Selain itu, LBH juga mendesak Kapolri untuk menghentikan segala bentuk upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang menolak aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii, mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menjalankan amanat pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Secara terpisah, informasi penangkapan tersebut dibenarkan oleh Dirkrimum Polda Sultra, AKBP Bambang Wijanarko saat dikonfirmasi.
“Betul, LP tahun 2019,” ujarnya singkat via WhatsApp.
Bambang menyebut ketiganya diduga melakukan tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap seseorang.
Penulis: Herlis Ode Mainuru







