KENDARI, Tirtamedia.id – Julianti (26) atlet asal Sulawesi Tenggara (Sultra) berhasil meraih tiga medali emas dalam ajang PON 20 Papua cabang olahraga (cabor) dayung.
Medali emas pertama Julianti diraih pada nomor rowing pedayung satu putri 2.000 meter. Emas kedua diraih bersama pasangannya, Aulia Galib, di nomor rowing pedayung dua putri 2.000 meter, dan emas ketiga diraih di nomor beregu putri.
Ibarat pahlawan olahraga di Sultra, Julianti yang sudah seringkali mengharumkan nama daerah Sultra mengaku, tak tertarik dengan sanjungan dan pujian-pujian dari berbagai pihak terlebih KONI Sultra.
Pasalnya, ia menilai KONI Sultra senang tampil di media sosial dengan argumen-argumen yang menghinoptis telinga publik. Sayangnya, mereka yang merupakan atlet terkhusus di cabor dayung tak merasa bangga dengan pujian itu apalagi masalah bonus.
“Iya, saya dapat infonya dari media sosial. Katanya kita mau dikasi bonus. Tapi untuk apa juga mereka sampaikan itu lewat media sosial sementara kami sendiri di cabor dayung tidak pernah diinformasikan,” kesalnya melalui sambungan telpon, Rabu (10/11/2021).
Gadis kelahiran Landawe, 11 Februari 1995 ini juga membeberkan, bahwa mereka mendapat informasi ada pengurus anggota KONI Sultra yang datang di Papua, namum tidak satu pun mereka temui.
“Tidak ada yang datang temui kami. Sampai kita pulang saja dan tiba di Bandara itu hanya pak Bupati yang jemput, tidak ada orang KONI,” tambahnya.
Anak ke 6 dari 7 bersaudara itu menambahkan, dari media sosial pula mereka sering mendapatkan informasi bahwa anggaran untuk atlet Sultra yang akan berlaga di PON sangat banyak.
“Tapi mana pelayanannya. Kita itu tidak butuh hotel mewah sebenarnya untuk tidur, tapi fasilitas-fasilitas kami saat latihan itu yang perlu dijaga dan diperhatikan,” tegasnya.
Dia mengaku, rekan-rekan lainnya yang ada di cabor dayung saat melakukan latihan sampai kewalahan. Tangan terkelupas, vitamin tak ada terlebih sarana pendukung latihan lainnya sangat memprihatinkan.
Dimata media, mereka disanjung-sanjung tapi Juli mengaku malu, sebab rekan-rekan atau atlet lainnya yang benar-benar mengetahui keadaan mereka di asrama dan saat latihan sangat memprihatinkan.
“Biasa kita ditanya sama teman-teman lain, kok Sultra begini ya. Padahal punya prestasi, kita mau jawab apa,” lebih lanjut Juli.
Sebagai seorang atlet, medali emas yang telah dipersembahkan seharusnya menjadi tamparan keras bagi pihak KONI Sultra.
“Artinya dengan keterbatasan kami, medali emas bisa kita dapat. Bagaimana kalau fasilitas mendukung, mungkin akan melampaui target. Tapi latihan itu seharusnya menjadi yang utama. Satu tahun sebelum kegiatan seharusnya sudah dilatih, kalau hanya dua atau tiga bulan saja, kasian kami,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekertaris KONI Sultra, Tahir Lakimi sampai saat ini belum merespon saat dikonfirmasi via WhatsApp.
Penulis: Herlis Ode Mainuru







