KOLAKA, Tirtamedia.id – Ratusan hektar lahan persawahan di Desa Pesouha, Desa Pelambua dan Desa Totobo, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) rusak akibat aktivitas pertambangan.
Ratusan hektar sawah yang menjadi sumber penghasilan atau mata pencaharian bagi warga itu rusak dan hancur akibat terendam banjir lumpur kiriman membawa material tanah bekas galian pertambangan nikel.
Petani mencatat, lahan persawahan terendam banjir kurang lebih sekitar 650 Hektar di tiga desa tersebut. Areal sawah yang terendam lumpur material tambang nikel terparah terjadi di Desa Pesouha, sekitar 500 hektar terdampak.
Banjir lumpur menerjang sawah masyarakat sejak 26 maret 2023 empat hari setelah menanam. Saat itu, wilayah Kabupaten Kolaka dan sekitarnya diguyur hujan kurang lebih 2 jam hingga mengakibatkan Sungai meluap.
Lantaran sungai tersebut sudah tidak bisa menampung debit air bercampur tanah dari gunung lokasi pertambangan banjir lumpur setinggi 40 sentimeter akhirnya merendam areal persawahan.
Salah seorang petani Ansal (54) mengatakan sepekan berikutnya, banjir lumpur susulan kembali terjadi dan menenggelamkan satu-satunya sumber warga.
“Mati itu padi karena terendam banjir tanah merah. Dua malam saja itu mati padi, apalagi kalau sudah 1 minggu,” ujar Ansal Senin (10/04/2023).
Menurut Ansal, banjir lumpur kali ini paling parah dibanding tahun-tahun sebelumnya sebab areal persawahan terendam banjir sangat luas mencapai ratusan hektare.
Banjir tersebut membuat sawah yang baru ditanami rusak bahkan terancam mati. Produksi pertanian ikut menurun, ancaman gagal panen juga membayangi petani.
“Kalau dalam sekali menanam, petani harus mengeluarkan biaya Rp3,5 juta per hektar, dan itu belum termasuk ongkos pupuk, kalau misalnya tumbuh sampai panen, sudah berapa kerugian kami para petani,” ungkap Aslan.
Usai sawahnya terendam lumpur petani di tiga desa tersebut berupaya agar sawah bisa tumbuh dengan memberikan pupuk lebih banyak dan berharap sawah bisa tetap tumbuh.
Ansal berharap Pemerintah Kabupaten Kolaka segera turun tangan untuk mencari solusi dari permasalahan banjir sebab dikhawatirkan petani akan kehilangan mata pencaharian.
Ansal mengaku pihak perusahaan sebelumnya sudah berkoordinasi bersama para petani dan memberikan ganti rugi sebesar Rp 600 ribu per orangnya ditambah 4 karung pupuk.
“Tapi kalau ini dibiarkan begini terus, ini (sawah) akan jadi tanah mati, tidak ada yang bisa tumbuh selain rumput gajah. Sampai anak cucu ini dampaknya,” ucap Ansal.
Penulis : Husni Mubarak